Sudah menjadi berita umum, bahwa yang namanya Batu Mulia atau Batu permata tidak hanya dipergunakan sebagai aksesoris perhiasan saja. Namun batu permata juga memiliki suatu aura tertentu yang dapat mempengaruhi si pemakai saat berhadapan dengan khalayak ramai. Maka dengan sekilas analisis singkat tersebut, maka cukup beralasan para pemimpin Indonesia juga senang dan berkenan memakai Batu Mulia dan Batu permata untuk memberikan penampilan terbaiknya.
Negara Indonesia ini cukup unik, dan hal ini tidak lepas dari perjalanan sejarah Indonesia sejak jaman Pra Sejarah – Jaman Kerajaan – sampai dengan Jaman Reformasi seperti sekarang ini. Sejak jaman dulu yang namanya Indonesia memiliki cerita-cerita panjang tentang hal-hal yang bersifat supranatural. Lihatlah Keris Mpu Sendok, Tombak Kiai Plered, dan sebagainya. Rupanya hal-hal supranatural itu tidak bisa lepas dari aktivitas beberapa elemen aktivitas walaupun tidak sepenuhnya hal itu diyakini.
Selain dari khasiat dan mitos yang menyertainya, pastilah para pemimpin tentu saja memiliki strata ekonomi yang berada di level 1, tak heran bila cincin yang dikenakan oleh para pemimpin kita pasti bukan sembarang cincin dan yang jelas harganya tidaklah murah. Bayangkan, Batu permata jenis kelas satu seperti merah delima (ruby) atau safir (blue sapphire) yang kualitasnya bagus, dan harganya tergolong mahal tentunya.
Ditambah lagi fakta bahwa, harga suatu batu permata tidak hanya bergantung dari kualitas standard (warna, cacat, clarity ), tapi juga tergantung pada hal-hal yang sifatnya sangat-sangat subyektif, misalnya : “star” yaitu pola bintang pada pemantulan cahaya natural, pola “urat” batuan yang terkadang secara alamiah membentuk “gambar” tertentu, dan kepercayaan pemakai terhadap “khasiat” batu permata jenis tertentu.
Bisa jadi ini mungkin sisa-sisa kultur dinamisme yang masih eksis di masyarakat kita. Hebatnya, justru karena unsur-unsur subyektif ini, harga batu permata bisa berlipat-lipat dari harga yang ditaksir secara “standard”. Tidak heran bila ada seseorang yang “fanatik” terhadap batu permata tertentu, berani membayar milyaran rupiah terhadap batu permata yang disukainya. Walaupun secara “standard” harga, batu permata tersebut mungkin harganya”cuma” puluhan juta misalnya.
Pada saat Presiden Soeharto berkuasa, sudah menjadi rahasia umum, bahwa Soeharto adalah seorang yang percaya terhadap kekuatan-kekuatan Supranatural. Ini direpresentasikan lewat adanya beberapa penasehat “spiritual” yang kebanyakan adalah “para supranatural” kejawen. Orang yang percaya pada kekuatan Supranatural, umumnya juga percaya bahwa cincin batu “tertentu” akan punya “khasiat” tertentu. Yang jelas sewaktu Soeharto berkuasa, cincin merah delima yang sering dipakai dijarinya adalah batu permata dengan kualitas kelas satu yang harganya jelas mahal. Karena bagi seorang nomor 1 di Indonesia tidak akan memakai barang sembarangan terkait harga apalagi kekuatan yang meliputinya.
Menjelang kepulangan Mantan Presiden Soeharto beberapa waktu lalu, beredar informasi bahwa Kyai Enung, nama aslinya Nurjaya, ahli spiritual dari Desa Panimbang, Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten. Dia meminta anak-anak Soeharto untuk mencari dan menemukan guru spiritual yang memberikan batu akik Ki Alip Cukur kepada Soeharto. Jika guru itu sudah meninggal, harus dicari pewaris ilmu sang guru.
Dikesempatan lain, coba perhatikan di jari Gus Dur, kini ada satu cincin berwarna hijau (mungkin Zamrud) sewarna dengan Organisasi yang mengusung beliau menjadi Presiden yaitu PKB. Sedangkan Ibu Megawati cenderung menggunakan batu Cincin yang berwarna hitam (bisa jadi safir hitam).
Terlepas dari apa “khasiat” supernatural cincin para pemimpin, dan sederet pejabat papan atas lainnya, yang jelas bagi saya batu permata merupakan sebuah batu perhiasan yang bernilai jual tinggi, indah dan menjadi daya tarik bagi si pemakainya. Percaya atau tidak akan khasiat dari batu permata tersebut, masing-masing kembali pada diri kita sendiri, bagaimana menilainya.